Wisma Kuncoro


Rumah dengan cat merah muda itu punya empat kamar, satu ruang keluarga, satu ruang tamu dan satu ruang makan. Sisi depan rumah tersebut menghadap ke arah utara. Di sisi barat dan timur rumah itu berjejer kamar-kamar kost. Sisi barat ada enam kamar dan sisi timur ada delapan kamar. Kamar mandi tepat berada di belakang bangunan rumah. Yap, kamar mandinya ada di luar. Kamar mandi membentuk formasi 4-1-4. Sebelah timur ada empat kamar mandi, di tengah ada ruang terbuka/tanpa atap yang ukurannya agak luas buat cuci pakaian serta tempat sumur air dan di sebelah barat ada empat kamar mandi juga. Kamar mandi sebelah barat ini beratap beton, yang mana difungsikan sebagai tempat jemur pakaian. Kamar mandi dan rumah dipisahkan semacam teras yang difungsikan sebagai dapur, tempat parkir sepeda motor dan temput jemuran pakaian yang sedikit lebih teduh. Eh hampir lupa, di pojokan sisi barat ada satu kamar lagi yang selalu lembab, sebab sedinding dengan kamar mandi serta di pojokan sisi timur ada satu gudang yang cukup sempit, tempat bersemayam 'pusaka-pusaka' anak kost yang tidak terpakai lagi. Dan yang terakhir, di depan bangunan terdapat halaman yang tidak begitu luas, tempat bebungaan dan satu pokok rambutan yang cukup besar yang pada akhirnya ditebang karena dikhawatirkan dapat tumbang dan menimpa bangunan di dekatnya.

Rumah Wisma Kuncoro


Berlokasi dekat Selokan Mataram, beralamat di Pogung Dalangan, RT XI, RW 50, No.28, Kec. Mlati, Kab. Sleman, D.I. Yogyakarta. Tempat teduh dan punya banyak kisah bagi para penghuninya. Rumah sekaligus kost-kostan ini dikenal dengan nama "Wisma Kuncoro", disingkat: Wiskun.

Aku sendiri menetap di kost ini selama kurang lebih 3 tahun yakni mulai dari awal kuliahku di semester III hingga akhirnya wisuda tahun 2013 silam. Teman seangkatanku dari fakultas yang sama namun berbeda jurusan, Eko Hutagaol, mahasiswa Teknik Mesin 2009 asal  Laguboti, dialah yang merekomendasikanku untuk tinggal di kostan ini. Eko-kami memanggilnya si-Ces, karena hampir semua orang dia sapa dengan sebutan 'Ces'.

Bu Yami lagi bersihin halaman rumah

Selama 3 tahun di sana, beberapa kali aku pindah dari kamar yang satu ke kamar yang lain. Namun cerita ini aku skip dulu, dilanjut di bagian akhir saja.

Namanya kost-kostan, tentu ada bapak dan/atau ibu kost. Ibu G. Suwartini Sakir, beliau sudah sepuh, lahir tanggal 24 Februari 1935. Sosok yang begitu ramah tapi cerewet. Yap, dialah ibu kost Wisma Kuncoro, kami memanggilnya bu Sakir. Bu Sakir tinggal di rumah "sendiri", anak-anaknya merantau dan suaminya sendiri hanya sesekali datang berkunjung ke rumah. Kami sudah menganggapnya seperti seorang ibu, beliau suka bercerita dan tak jarang menawarkan makanan hasil masakannya kepada kami. Walau sudah sepuh, beliau cukup kuat untuk bersih-bersih di lingkungan kost. Di kostan tersebut, bu Sakir dibantu oleh bu Yami. Bu Yami datang setiap pagi dan sore.

Bu Sakir biasanya tidur sekitar pukul 10.00 malam, lampu pijar kamar berwarna kuning sudah hidup, pertanda beliau pindah dari ruang tengah menuju kamarnya untuk beristirahat. Beberapa saat kemudian, sayup-sayup terdengar tembang jawa yang orang banyak sebut sebagai lagu lingsir wengi. Dalam mengiringi tidur malamnya, bu Sakir sering memutar lagu tersebut. Bagi yang belum terbiasa mendengarnya, akan terasa horor dan mencekam. Di kemudian hari aku pun paham, lagu tersebut bukanlah lagu lingsir wengi, lagu-lagu yang diputar oleh bu Sakir adalah tembang macapat, tembang tersebut merupakan puisi tradisional Jawa. Macapat-maca papat-papat (baca tiap empat suku kata), begitu artinya kata berbagai sumber.

Ibu G. Suwatini Sakir (24 Februari 1935 - 23 Juni 2012)

Yang aku suka dengan kost ini adalah lokasinya yang teduh, hijau, asri, tidak bising (akses menuju kost sempit, mobil jarang lewat), sinar matahari cukup dan tentu harga sewanya murah. Selain itu dan yang terpenting menurutku adalah, iklim belajar yang ada di kost ini cukup baik. Secara garis besar, ada 2 tipe anak kost di sini. Tipe pertama, tipe akademisi. Anak kost tipe ini bangun pagi jam 5, beberes kamar, putar musik, lanjut belajar di depan komputer. Sebelum akhirnya lanjut cari sarapan atau lanjut ke kampus. Tipe kedua, tipe orang sibuk. Anak kost ini jarang terlihat di kost, sebagian besar waktunya habis untuk berorganisasi. 
Selain itu, dengan adanya fasilitas internet hasil patungan sesama anak kost, proses belajar pun semakin nyaman. Akibat kondisi tersebut, hampir setiap malam kamarku menjadi base camp untuk belajar bersama dengan teman-teman sejurusan. Hahah, tak jarang juga kita sesama anak kost berperang di bawah tanah untuk merebut bandwidth internet. Netcut.

PES dan badminton merupakan hobi mayoritas anak kost. PES merupakan candu, yang kadang membuat kami lupa waktu. Tak puas dikalahkan, 'oke, sekali pertandingan lagi yah'. Kalah, ulangi lagi, wkwk. Tak jauh dari kost, ada lapangan badminton milik warga. Lapangan tersebut semi indoor, atap langit, tapi keempat sisinya dikelilingi oleh bangunan. Kita mainnya di malam hari namun tidak rutin. Untuk sewa lapangan sendiri, kita bayar seikhlasnya.

Tanggal 23 Juni 2012, aku yang saat itu sedang liburan ke Bekasi mendapat kabar bahwasanya bu Sakir meninggal dunia. Aku sendiri masih sempat hadir di hari pemakaman beliau. Selamat jalan bu Sakir. Sepeninggalan bu Sakir, kondisi kost menjadi kurang terawat, bu Yami sudah tidak rutin lagi datang ke kost untuk bersih-bersih.

Tak lama setelahnya, Mas Kuncoro - anak bu Sakir dan istrinya pulang kampung dari perantauan. Kita dapat bapak/ibu kost baru, mereka menggantikan posisi bu Sakir. Namun, tidak sampai setahun, mereka tidak bertahan lama menjadi Bapak/Ibu kost, fengsui mereka tidak sesuai dengan kondisi kost-kostan. Dan tak lama setelah itu, kami kedatangan Bapak/Ibu kost baru yakni Mas Ferry - panggilannya mas Boy dan istrinya Mba Maya beserta si kecil Celine. Mas Boy sendiri masih merupakan sanak keluarga almarhumah Bu Sakir. Kondisi kost kembali terawat. Mas Boy yang humoris menambah hangat kondisi kost-kostan. Mba Maya yang ramah sering menawarkan mesin cucinya untuk digunakan oleh anak-anak kost, mba Maya mungkin iba melihat anak laki mencuci dengan tangan. Dan ada si Celine kecil yang sangat lucu dan pintar. Keluarga muda panutan menurutku.

Lanjoot. Pada tulisan ini, aku coba bongkar memori dalam otakku. Coba mengingat kembali para penghuni Wiskun di masaku.

Dari sisi barat, ada Jawir (teknik sipil 2009), Cahyo (teknik sipil 2009), Eko (teknik mesin 2009), Mas Yogi (FK 2007 atau 2008, lupa gw), Boga (teknik sipil 2009), sama satunya lagi mas-mas S2 yang aku lupa namanya. Kamar pojokan yang sedinding dengan kamar mandi dihuni oleh bg Piter (FE 200x, lupa, angkatan tua deh pokoknya).

Dari sisi barat ada Muklis (teknik industri 2009), Abner (teknik mesin 2009), Freddy (teknik mesin 2009), aku, Ega (teknik sipil 2009), Archy (teknik sipil 2009), bg Abi (teknik industri 2006), Samuel (teknik kimia 2009).

Di dalam rumah ada mas Teo (teknik mesin 2007), mas-mas asal klaten lupa namanya (teknik geodesi 2009), kamar satunya lagi, lupa - keisi atau nggak yah.

Hingga akhirnya ada beberapa yang pindah kost dan lulus kuliah, pendatang baru pun bermunculan, antara lain Chestar (teknik elektro 2011), Stevanus (biologi 2012), Reynold (teknik elektro 2011), Fiki (teknik elektro 2011), Juliof (teknik sipil 2011), Anthony Saiya (teknik geologi 2012), Kuzon (teknik industri 2011), Pande (teknik industri 2011) dan lain-lain yang terlupakan.

Seperti yang kuceritakan sebelumnya, selama di Wiskun, aku berpindah kamar sebanyak 3 kali. Total 4 kamar yang aku tempati.
Kamar yang pertama, yakni sisi timur paling ujung(dekat gudang). Di kamar ini aku hanya tinggal sementara (kurang lebih 1 bulan), menunggu bang Andes Tambunan (Arsitek 200x) angkat kaki dari kost yang mana saat itu beliau sudah lulus kuliah. Kamarku yang pertama ini posisinya paling ujung, sinar matahari praktis tidak terpapar ke dalam kamar ini ditambah lagi atapnya sering bocor. Nilai 5 dari 10 untuk kamar ini.
Kamar yang kedua, yakni kamar urutan ketiga dari depan di sisi timur. Sepeninggalan bg Andes, aku yang lanjut ngisi kamar ini. Kamar ini adalah kamar yang paling lama aku tempati dan kamar inilah yang sering digunakan sebagai base camp belajar bersama teman kuliah. Nilai 7.5 dari 10.
Kamar yang ketiga, yakni kamar dalam bangunan rumah bu Kost, letaknya di pojok barat dekat ruang tamu. Walau paparan sinar matahari sangat kurang, tapi lantainya berbahan keramik sehingga kesannya lebih bersih. Hal yang terbersit di pikiranku saat mengingat kembali kamar ini adalah lagu rohani dan skripsi. Di kamar inilah aku menghabiskan waktu untuk menyusun skripsi sambil diiringi lagu-lagu rohani. Nilai 8 dari 10.
Kamar yang keempat, masih di dalam bangunan rumah. Sesuai permintaan Bapak/Ibu kost yang baru - Mas Boy/Mba Maya, mereka ingin menempati kamarku. Aku pindah ke kamar almarhumah bu Sakir, sempat kebayang sih alunan tembang macapat. Tapi justru kamar inilah yang menjadi kamar ternyaman yang aku tempati. Letaknya yang berada di depan, membuat paparan sinar matahari sangat melimpah masuk ke dalam kamar. Tentu saja lantainya keramik, kesannya sangat bersih. Hanya saja, untuk keluar dari kamar harus melewati ruang makan. "Makan yok, tan", ajakan yang sering aku dapatkan dari Mas Boy dan Mba Maya ketika keluar dari kamar, heheh. Nilai 9 dari 10 untuk kamar ini.

Sudah menjadi ketentuan umum, walau tidak tertulis, setiap tahun biaya sewa kost naik namun kenaikan itu hanya berlaku untuk penghuni baru. Saya sendiri sejak awal sampai akhir membayar sewa kost dengan harga yang sama alias tidak terpengaruh inflasi, kenaikan kurs dollar atau sebab lain. Dua juta rupiah/tahun, harga yang cukup ekonomis untuk sewa tempat tinggal saat itu.

Oktober 2013, setelah diterima kerja, akhirnya aku angkat kaki dari kost ini. Dan di bulan September 2015, aku berkesempatan liburan ke Jogja, menginap di Wiskun. Mas Boy memberikan kamar keempatku untuk diinapi. Ternyata, kamar itu sudah digunakan sebagai tempat setrikaan dan gudang kecil.

Dengar-dengar, saat ini kost tersebut sudah beralih tangan ke pihak lain dan dengar-dengar juga sudah dipugar menjadi lebih modern. Keluarga Mas Boy juga sudah pindah dari rumah tersebut. Semoga bangunan baru tersebut menjadi tempat yang lebih nyaman, melahirkan sarjana-sarjana baru dan tentunya memberikan kisah yang lebih indah bagi para penghuninya.

Salam nostalgia, selamat memperingati hari pendidikan dan salam Wiskun!!

PS : Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan nama, tempat dan kesalahan lainnya. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Comments

Popular posts from this blog

Perbaikan Putaran Fasa (Listrik 3 Fasa)

Perlengkapan Sistem Tenaga di Gardu Induk

Setting dan Wiring Relay ABB Tipe SPAJ 140C