Korona
Gw tadinya berada di posisi tengah dalam menyikapi Covid 19. Di satu sisi, gw lebih percaya teori konspirasi, Covid 19 hanyalah akal-akalan belaka. Di sisi lain, gw juga nerapin protokol pencegahan Covid 19 mulai dari cek suhu tubuh, pakai masker, cuci tangan, mandi dan ganti pakaian setiap kali balik dari luar, berjemur, dll.
Pagi tadi gw nelpon 2 orang temen yg sudah hampir 1 bulan dirawat di RS akibat terinfeksi Covid 19. Puji Tuhan alhamdulilah mereka saat ini sudah dalam kondisi sehat. Hanya tinggal menunggu swab test lanjutan buat mastiin mereka sudah negatif agar selanjutnya dapat kembali ke rumah.
Secara terpisah dan bergantian gw nelpon mereka.
Teman yang pertama mengaku bahwa gejala yang dirasakan hanyalah demam biasa dan dalam tiga hari saja sudah siuman. Pemberitaan tentang Covid-19 menurutnya terlalu berlebihan, realita yang dia rasakan tidak semengerikan yang diberitakan oleh media. Hingga di akhir gw tanyain dia, "elo percaya Corona, ndak?". Jawabnya, "gak, gak percaya gw".
*Tuh kan benar*, gumamku dalam hati. Covid 19, akal-akalan doang.
Lanjut gw telpon teman kedua. Pertanyaannya sama, gejala awal apa?. "Demam kali ini beda, gw pernah tipus, DBD, tapi yang ini beda. Sesak dan bawaannya lemas bet, sampe-sampe gw nafas pake bantuan tabung oksigen untuk beberapa hari. Hasil scan di paru pun nunjukin ada flek". Terus gw mastiin lagi ke dia, "berarti Corona itu beneran ada yah?". "Benar ada, gw serius", begitu jawabnya. Dia ceritain lanjut, sebelumnya dia memang ada kontak tangan dengan beberapa orang sebelum dinyatakan sakit dan positif terinfeksi Covid 19.
Begitu.
Melalui dua percakapan singkat tersebut, sikap gw dalam menyikapi Covid 19 berubah. Setelah lima bulan dengar-dengaran si Corona, akhirnya gw percaya bahwa dia itu ada. Harus lebih ekstra was-was. Gampang banget gw percaya?. Ya, segampang gw percaya dengan teori-teori konspirasi itu tuh.
Nah, elo gimana? Udah percaya belum ama Corona?.
Comments